Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan - Hallo sahabat
Sopa, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Buton, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul :
Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakanlink :
Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan
Baca juga
Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan
HPK
|
Papan Nama Jalan La Ode Boha di Kota Baubau |
Jalan ini bukanlah jalan utama di Kota Baubau. Hanya sebuah jalan kecil di Kelurahan Lanto, tepatnya berlokasi di depan SMK1 Baubau. Saat ini mungkin banyak yang tidak mengenal sosok asli dari tokoh yang dijadikan nama jalan ini, LA ODE BOHA. Padahal beliau merupakan salah satu dari sekian banyak putra Buton yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan Kesultanan Buton menghadapi Belanda dimasanya. Berikut cerita perjuangannya.
***
Untuk mengetahui kisah perlawanan La Ode Boha, kita harus mengetahui sebab alasan mengapa sampai terjadi perlawanan yang dilakukan oleh La Ode Boha tersebut.
Bibit-bibit perlawanan ini dimulai setelah penadatanganan Korte Verklaring (perjanjian pendek) yang disebut Perjanjian Asyikin-Brugman pada tanggal 8 April 1906, dimana Belanda secara yuridis formilnya resmi menguasai wilayah Kerajaan Buton.
Perjanjian ini menandai dualisme pemerintahan di Kesultanan Buton. Di satu pihak Buton tetap diperbolehkan menjalankan pemerintahannya sendiri seperti keadaan sebelumnya, di pihak lain harus mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya. Sejak itu Kesultanan Buton menjalankan sistem pemerintahan sendiri yang dinamakan Zelfbesturende Landschappen di bawah lindungan dan pengawasan pemerintah Hindia Belanda.
Pada saat itu, Sultan Muh. Asikin terpaksa menerima perjanjian tersebut karena Belanda melakukan tekanan politik dan tekanan militer sekaligus. Pasukan yang dibawa Belanda dalam jumlah yang banyak. Mustahil untuk tidak melakukan perjanjian tersebut, karena bisa jadi membawa dampak kerusakan yang hebat.
|
Makam La Ode Boha di Kel. Lakologou, Baubau |
Setelah perjanjian tsb, diam-diam muncullah tekad perjuangan dari pihak bangsawan Buton untuk mempelopori suatu gerakan menentang Belanda. Gerakan bawah tanah ini bertujuan untuk mengusir Belanda dari wilayah Kerajaan Buton. Rakyat Buton bertekad hidup atau mati bersama Sultan. Perbedaan kekuatan senjata bukan masalah bagi seorang pejuang yang patriotik. Hidup di bawah kaki penjajah adalah merupakan penyelewengan terhadap falsafah perjuangan nenek moyang "lnda-Indamo Karo Somanaolipu" yang berarti; Biarlah diri pribadi menjadi korban, asal untuk kepentingan negeri.
Pimpinan gerakan ini ialah La Ode Boha. Dengan mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh pejuang seperti; La Ode Amane, La Ode Pendanca, La Ode Hadi, Ma Zai, La Ode Mane Bulaega, La Ode Kode, La Ode Sijai, serta seluruh lapisan masyarakat Buton, maka semangat perjuangan mereka menjadi besar.
Gerakan perlawanan ini akhirnya mendapat momentum pada bulan Juli 1911, dimana Pemerintah Belanda di Baubau mengeluarkan suatu keputusan pemungutan pajak bagi setiap kepala keluarga. Kesempatan inilah yang dipergunakan oleh para pejuang untuk bangkit menentang Belanda.
Jalannya Perlawanan
Dalam bulan Juli 1911, pemungutan pajak per kepala keluarga mulai berlaku di Buton sementara penghidupan rakyat dalam keadaan krisis. Pemungutan pajak dilakukan secara paksa dan kekerasan sehingga masyarakat menganggapnya sebagai suatu ancaman dalam kehidupan mereka.
Keadaan yang demikian itu mendorong pasukan La Ode Boha untuk cepat-cepat bergerak. Karena pemimpin gerakan ini adalah La Ode Boha yang berasal dari Kampung Bungi, maka direncanakan gerakan pemberontakan itu dimulai di Waruruma (dekat Bungi).
Bertepatan pada hari pasar Kaesabu (pasar minggu) di mana hari itu telah ditetapkan oleh Pemerintah Belanda sebagai hari pemungutan pajak, maka hari itu juga direncanakan sebagai hari pergolakan rakyat. Sehari sebelum peristiwa itu terjadi, yaitu pada tangga1 9 Agustus 1911, La Ode Boha bersama pemimpin-pemimpin lainnya telah menginstruksikan kepada seluruh masyarakat Waruruma untuk hadir bersama-sama di tempat pemungutan pajak. Ditegaskan pula, bahwa mereka harus mempersiapkan senjata karena perlawanan segera akan dimulai.
Keesokan harinya, minggu tanggal 10 Agustus 1911, masyarakat Waruruma telah berkumpul di pasar, sementara itu petugas pajak telah pula hadir. Namanya sudah tidak diketahui. Kedatangan petugas pajak ini tidak dikawal oleh tentara Belanda, karena pihak Belanda tidak mengetahui sama sekali adanya rencana pemberontakan rakyat di kampung itu.
Penaksiran pajak mulai dilaksanakan dengan penagihan sekaligus. Satu per satu penanggung pajak dipanggil oleh petugas, namun tidak seorang pun yang melaksanakan pembayaran. Para penanggung pajak yang tidak membayar pajaknya itu dikumpulkan di satu tempat. Di sana mereka dijemur dan dipersiapkan untuk dibawa ke Bau-Bau.
Setelah tiba giliran La Ode Boha untuk dimintai uang pajak , dengan suara yang latang ia mengatakan, "Kami tidak mengenal pajak. Seluruh penduduk Waruruma tidak bersedia membayar pajak". Seketika itu juga terjadilah pertengkaran yang sengit antara petugas pajak dengan La Ode Boha. Pernyataan La Ode Boha mendapat sambutan hangat dari seluruh hadirin.
|
ilustrasi perlawanan terhadap Belanda |
Dengan diam-diam petugas pajak mengirimkan kurir ke Bau-Bau untuk memberitakan peristiwa yang sedang terjadi di Waruruma. Karena peristiwa tersebut sudah merupakan awal dari pemberontakan, maka para petugas pajak memohon bantuan militer untuk mengamankannya. Sementara itu para pe tugas pajak berusaha pula meloloskan diri dari serbuan rakyat yang telah meluap-luap kemarahannya.
Beberapa saat kemudian, muncullah sebuah motor laut Belanda yang memuat pasukan militer Belanda di bawah pimpinan Tuan Controleur sendiri. Dari jauh motor laut itu telah memuntahkan peluru-peluru ke arah darat di mana orang-orang pasar sedang berkumpul. Pasukan Belanda menduga bahwa orang-orang yang sedang berpasar itu adalah kelompok-kelompok pemberontak yang sedang bersiapsiap menan tikan keda tangan mereka. Karena itu pasu kan Belanda memberikan tembakan peringatan. Pasar menjadi bubar dan orang-orang berlari mencari perlindungan.
Melihat keadaan massa yang sudah tidak terkendalikan lagi, La Ode Boha segera berlari menuju pantai menyambut kedatangan pasukan Belanda dengan keris terhunus. Sasaran peluru ditujukan kepadanya, namun tidak sebutirpun yang dapat mengenai tubuhnya.
Dendam dan amarah La Ode Boha semakin memuncak, lalu ia terjun ke laut menuju motor yang ditumpangi pasukan Belanda. Melihat ke beranian dan kesaktian yang dimiliki La Ode Boha ini, pasukan Belanda menjadi kagum dan tercengang semuanya. Mereka jadi: panik karena La Ode Boha sudah hampir menjangkau motor. Konon menurut ceritera orang tua-tua, Controleur segera menembakan sebutir peluru emas ke arah La Ode Boha dan tepat mengenai dahinya. La Ode Boha terkapar di atas permukaan laut sementara pasukan-pasukan Belanda terjun ke darat.
Perlawanan diteruskan oleh kawan-kawan La Ode Boha, namun perlawanan itu tidak berarti sebab pasukan Belanda menembaki mereka dari jarak jauh. Beberapa orang penduduk jatuh korban mempertahankan kehonnatannya. Pemimpin-pemimpin pemberontak seperti La Ode Pendanca, La Ode Amane dan Maa Zai ditangkap oleh pasukan Belanda dan dikirim ke Bau-Bau sebagai tawanan perang.
Sebagian rakyat Waruruma melarikan diri ke pegunungan. Jenazah La Ode Boha diserahkan kepada keluarganya untuk dimakamkan. La Ode Amane dan kawan-kawannya yang tertangkap meringkuk dalam tahanan sambil menunggu vonis yang dijatuhkan kepada mereka.
Setelah Perlawanan Gagal
Peristiwa di Waruruma merupakan suatu jawaban rakyat terhadap kebijaksanaan Pemerintah Belanda. Rakyat Buton berbangga atas pengorbanan pahlawan-pahlawan mereka yang justru gugur mempertahankan falsafat hidup nenek moyang mereka. Di hati masyarakat Buton tertanam dendam kebencian terhadap Imperialisme Belanda.
Sebaliknya di pihak Belanda mereka bangga pula atas kemenangan pasukan-pasukannya. Mereka dapat meyakinkan masyarakat akan kekuasaan mereka yang didukung dengan kekuatan militer mereka.
Peristiwa Waruruma dan peristiwa-peristiwa sebelumnya dijadikan contoh penyelesaian persoalan dalam masyarakat jajahannya. Pemerintah Belanda lebih memperketat kewaspadaannya. Peraturan-peraturan dilakukan dengan kekerasan. Rakyat ditindas agar tidak berdaya.
La Ode Amane, La Ode Pedanca dan Maa Zai dibuang ke pulau Jawa selama waktu yang tidak diketahui. Beberapa tahun kemudian La Ode Pedanca dibebaskan dari penjara dan kembali ke Bau-Bau, sedang La Ode Amane dan Maa Zai tidak terdengar beritanya lagi.
Sebagian rakyat di desa-desa tidak lagi kem bali ke kampung halamannya, karena tidak sanggup membayar pajak yang terlampau berat. Kehidupan rakyat dilanda kemiskinan dan kemelaratan
Klik Next Untuk Membaca..
Demikianlah Artikel Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan
Sekianlah artikel Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan dengan alamat link https://sopasopi.blogspot.com/2021/02/kisah-la-ode-boha-pahlawan-buton.html
0 Response to "Kisah LA ODE BOHA, Pahlawan Buton Penentang Belanda Yang Terlupakan"
Post a Comment