Judul : Kampung Vertikal – Mungkinkah ?
link : Kampung Vertikal – Mungkinkah ?
Kampung Vertikal – Mungkinkah ?
Image by Pumping-Machine from Pixabay |
Oleh: Anita Patunru
Pro dan Kontra
Pro dan kontra seputar isu kampung vertikal masih juga berlangsung. Setiap sikap dan pandangan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan/data/informasi/pengalaman yang didapatkan dari masa lalu hingga saat ini, dan/atau permasalahan saat ini dan visi di masa depan.
Golongan Pertama : Yang Menyatakan Sikap Pro Kampung Vertikal
Golongan ini adalah revolusioner-radikal yang mengandalkan imajinasi serta visi jauh ke depan namun kurang memahami akar budaya. Mereka pada umumnya adalah kaum seniman, terutama seniman kontemporer.
Golongan Kedua : Yang Menyatakan Sikap Kontra Kampung Susun
Golongan ini adalah konservatif-tradisional yang mengandalkan pengetahuan /data/ informasi/ pengalaman masa lalu hingga saat ini dan analisanya namun kurang mampu berimajinasi. Mereka pada umunya adalah kaum akademisi dan budayawan, terutama akademisi dan budayawan ortodox.
Kedua golongan ini punya alasan yang kuat dengan sikapnya, dan memang juga benar. Namun kedua sikap ini tidak akan sampai ke suatu solusi yang berkelanjutan bagi pemenuhan hak setiap manusia untuk menempati tempat tinggal yang layak di perkotaan.
Golongan yang kontra didominasi oleh trauma pola penggusuran, dimana warga asal diposisikan sebagai obyek dan cost factor, warga hanya diberi informasi minimal, sehingga hak-haknya pun diminimalisasi dengan gantirugi yang biasa disebut dana kerohiman. Selanjutnya terserah mereka mau tinggal dimana, yang penting lokasi kumuh sudah dibebaskan dan siap dibanguni bangunan rumah susun atau apartemen bagi mereka yang ‘beruntung’.
Sementara golongan kedua resisten terhadap kampung vertikal karena didominasi oleh trauma penggusuran, golongan pertama justru ingin menyegerakan visualisasi desain dan konstruksi fisik kampung vertikal karena didominasi oleh kekhawatiran tidak cukupnya ruang hunian bagi warga yang terus bertambah dan makin berkurangnya ruang terbuka hijau, yang jika tidak menyegerakan transformasi ini, ujung-ujungnya juga adalah penggusuran.
Titik Temu
Kampung vertikal baru akan memungkinkan jika sikap pro dan sikap kontra bisa dipertemukan dalam suatu pemahaman yang moderat dengan mengambil intisari alasan-alasan yang melatarbelakangi kedua sikap ini ke dalam suatu sintesis, hipotesis, dan beberapa eksperimen untuk mendapatkan formula yang tepat. Golongan yang bisa mempertemukan kedua sikap ini bisa kita sebut sebagai golongan ketiga.
Golongan Ketiga : Yang Menyatakan Kampung Vertikal Mungkin dan Bisa
Golongan ini adalah moderat-liberal yang melihat permasalahan secara menyeluruh dalam rentang waktu yang sangat lebar dalam masa lampau, sekarang dan masa depan. Golongan ini juga berpotensi memaduserasikan berbagai pandangan dan pendekatan dari berbagai sektor pelaku yang berbeda. Dan karenanya dapat menyusun suatu solusi berkelanjutan dengan langkah-langkah konkrit untuk setiap fase dalam proses pembangunan kampung susun, mulai dari fase persiapan hingga fase produksi dan reproduksi.
Proses yang digunakan oleh golongan ketiga ini menekankan nilai partisipasi dalam makna yang luas. Dalam bahasa ibu kita disebut juga gotongroyong, yang sebenarnya juga intisari dari dasar negara kita Pancasila.
Pendekatan partisipasi ini adalah juga titik temu antara pola top-down dan pola bottom-up yang melibatkan semua pemangku kepentingan bidang perumahan dan permukiman dengan masyarakat sebagai sentral pembangunan (people centered development). Dengan pelibatan masyarakat, yaitu komunitas setempat dan/atau calon pengguna hunian (popular sector) di setiap fase, baik di fase perencanaan, maupun di fase konstruksi, sehingga bisa berperan lebih dominan dalam pengelolaan perumahan dan permukimannya itu.
Demikianlah Artikel Kampung Vertikal – Mungkinkah ?
Anda sekarang membaca artikel Kampung Vertikal – Mungkinkah ? dengan alamat link https://sopasopi.blogspot.com/2021/01/kampung-vertikal-mungkinkah.html
0 Response to "Kampung Vertikal – Mungkinkah ? "
Post a Comment